Ketika kita membayangkan astronomi klasik, biasanya yang terlintas adalah astrolabe atau sundial. Namun, di balik kejayaan observatorium besar di dunia Islam, ada sebuah instrumen raksasa yang menjadi tulang punggung pengamatan astronomi: al-Muqantarat, atau sering disebut juga sebagai busur kuadran mural. Alat ini jarang disebut dalam literatur populer, padahal perannya sangat penting dalam memastikan akurasi data astronomi sebelum hadirnya teleskop modern.
![]() |
| Foto Instrumen Quadrant Raksasa dan Ilustrasi Observatorium Samarkand. |
Apa Itu Al-Muqantarat?
Al-Muqantarat secara sederhana adalah busur besar berbentuk seperempat lingkaran (kuadran) yang dipasang secara permanen di dinding observatorium. Skala busurnya biasanya berukuran sangat besar, bisa mencapai 10–20 meter, sehingga pembacaan sudut benda langit menjadi lebih akurat.
Berbeda dengan kuadran tangan (quadrant portabel) yang bisa dibawa ke lapangan, al-Muqantarat berfungsi sebagai instrumen tetap. Ia ditempatkan di ruang terbuka atau dinding observatorium sehingga dapat digunakan berulang kali dalam jangka waktu lama.
Instrumen ini memungkinkan para astronom klasik untuk mengukur ketinggian (altitude) benda langit, terutama Matahari, Bulan, dan bintang tertentu. Dari data tersebut, mereka bisa menyusun tabel astronomi, menentukan waktu, hingga memperbaiki model peredaran planet.
Sejarah dan Tokoh yang Mengembangkan
Salah satu observatorium terkenal yang menggunakan instrumen ini adalah Observatorium Ulugh Beg di Samarkand pada abad ke-15. Ulugh Beg, seorang sultan sekaligus astronom, membangun kuadran raksasa dengan jari-jari sekitar 40 meter. Kuadran tersebut dipasang di dalam sebuah parit besar, dengan skala yang dipahatkan langsung pada dinding marmer.
Dengan instrumen ini, Ulugh Beg dan timnya mampu melakukan pengukuran posisi bintang dengan tingkat akurasi yang luar biasa untuk zamannya, hanya meleset sekitar 1 menit busur dibandingkan data modern. Hasil pengamatan itu kemudian dituangkan dalam karya besar Zij-i Sultani, sebuah tabel astronomi yang berpengaruh hingga ke Eropa.
Selain di Samarkand, instrumen serupa juga ditemukan di observatorium Maragha (Iran), Rayy, hingga Delhi. Setiap wilayah mengembangkan versinya sendiri, tetapi prinsipnya tetap sama: menggunakan busur besar yang dipasang pada dinding (mural) sebagai alat pengukur sudut.
Fungsi dan Cara Kerja
Cara kerja al-Muqantarat cukup sederhana tetapi membutuhkan keahlian teknis tinggi:
1. Pemasangan
Kuadran dipasang menghadap ke arah kutub langit atau garis meridian. Dengan begitu, setiap benda langit yang melintas di meridian dapat diukur ketinggiannya.
2. Pengamatan
Benda langit yang diamati diarahkan ke sepanjang tepi kuadran menggunakan alat bidik (alidade). Posisi bayangan atau garis pandang kemudian jatuh pada skala busur.
3. Pembacaan Skala
Skala yang terukir pada busur menunjukkan besar sudut ketinggian benda langit dari horizon.
4. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan digunakan untuk menentukan lintang bintang, posisi Matahari, atau perbaikan tabel kalender dan waktu salat.
Dengan instrumen ini, para ilmuwan bisa memverifikasi model astronomi Ptolemaios, bahkan memperbaikinya.
Penyebaran dan Pengaruh
Keberadaan al-Muqantarat menunjukkan betapa seriusnya peradaban Islam dalam membangun observatorium. Tidak hanya sebagai pusat penelitian, observatorium dilengkapi dengan instrumen raksasa yang menunjukkan kombinasi antara rekayasa teknik dan ilmu astronomi.
Dari dunia Islam, ide pembuatan kuadran mural menyebar ke Eropa. Beberapa observatorium di era Renaissance meniru konsep serupa sebelum teleskop diciptakan. Misalnya, Tycho Brahe, astronom Denmark abad ke-16, menggunakan instrumen kuadran besar di observatoriumnya di Uraniborg.
Relevansi di Era Modern
Mungkin kita bertanya, apa relevansi al-Muqantarat sekarang? Meski teleskop modern sudah jauh melampaui fungsi kuadran, instrumen ini tetap memiliki nilai:
- Historis: menjadi bukti bahwa astronomi Islam memiliki metode observasi kuantitatif, bukan sekadar teori.
- Inspirasi Inovasi: instrumen seperti volvelle atau astrolabe bisa dipahami lebih baik jika kita melihat kesinambungan dengan instrumen mural.
- Pendidikan: rekonstruksi kuadran raksasa bisa dijadikan media pembelajaran falak dan astronomi klasik.
Bahkan, beberapa universitas dan museum kini membuat replika kuadran besar sebagai pameran edukasi.
Al-Muqantarat adalah salah satu instrumen astronomi klasik yang monumental, meski jarang dibicarakan di luar kalangan akademisi. Ia adalah simbol dari kesungguhan ilmuwan Muslim dalam memandang langit dengan metode yang terukur. Bukan hanya alat teknis, al-Muqantarat juga merupakan representasi dari semangat menghubungkan langit dengan bumi: mengamati pergerakan benda langit untuk menata kehidupan manusia di bumi.
Bagi kita hari ini, mengenal instrumen seperti al-Muqantarat tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga mengingatkan bahwa peradaban pernah membangun pondasi sains dengan sangat kokoh - jauh sebelum teleskop Galileo muncul.

Comments0
Mari bangun diskusi bersama.